Langsung ke konten utama

Bermula dari Kesalahan Membaca Angka Romawi

Malam itu sekitar pukul 19.00 wib, saya pergi untuk mengantarkan pesanan madu sarang di daerah Wiguna, Surabaya. Seperti biasanya, saya selalu mengandalkan aplikasi penunjuk arah dari google (maps). Meski beberapa kali rutenya kadang tidak pas, tapi itu tak membuatku kapok.

Cerita bermula dari kesalahanku membaca angka romawi. XVI, bagi saya itu angka keramat yang harus berpikir panjang untuk mengerti maksudnya. Maklum, terakhir saya mengotak-atik angka romawi saat di bangku Sekolah Menengah Pertama Tahun 2003 hingga 2006 lalu. Cukup lama bukan? Jadi wajar ingatan saya tiba-tiba memudar, apalagi saat ini sangat jarang dijumpai alamat rumah yang masih menggunakan angka romawi. Memangnya, pada kondisi apa kita menggunakan angka romawi di kehidupan sehari-hari? Hampir tak ada kan? hehehe..bakalan panjang pertanyaanya, tapi intinya cuman satu, yaitu membela diri.

Tiba di bagian pos satpam, tanpa ragu saya bertanya dimana rumah klien yang akan saya tuju. Tiba-tiba seorang perempuan paruh baya menjawab bahwa alamat yang saya maksud itu rumah bosnya. Rupanya perempuan itu bekerja sebagai Asisten Rumah Tangga alias pembantu di rumah itu. 



Ahh...sekilas merasa lega begitu si embok bilang, *Iya mba pak x itu bos saya* tapi begitu liat angka nomor rumahnya langsung melongo mata mata. Ditambah pas saya melihat ekspresi laki-laki yang keluar dari dalam rumah dengan raut wajah kebingungan. Disitu saya makin yakin salah sasaran hehehe. 


Untungnya pemilik rumah tadi berhati baik. Meski sudah dibangunkan dari istirahatnya karena tidak enak badan, pak x malah tersenyum dan malah ngasih pencerahan soal angka romawi itu. hahaha rupanya tulisan kuno itu dibaca 16 bukan 17. Ahh malu dan bersalahnya saya tadi itu, ya walaupun si bapak berusaha mencairkan suasana dengan pertanyaan ini itu seputar madu sarang lah..terus nanya nama toko saya di lapak online lah etc...

Intinya

~ Selalu ada cerita di tiap pengirimannya~ 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kisah sang Dokter Cantik Hafalan Al Quran lewat Story Telling

Al Qur’an merupakan mukjizat terbesar yang diwahyukan Allah melalui Nabi Muhammad SAW untuk umat muslim. Di dalamnya terdapat sumber ilmu pengetahuan sebagai pedoman hidup manusia, baik di dunia maupun akhirat. Bagi umat muslim, mempelajari Al Qur’an tidaklah sulit. Allah telah memberikan jaminan kemudahan bagi siapa saja yang ingin membaca, menghafal, memahami serta mengamalkannya. Kemudahan mempelajari Al Qur’an itu juga dirasakan salah satunya oleh dr. Syayma. dia mulai menghafalkan Al Qur’an ketika duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama.“Awalnya saya terpaksa menghafalkan Al Qur’an. Karena di pesantren memang ada kurikulum tahfidz, jadi mau gak mau harus hafalan ”,  kata Syayma.  Dirinya sempat merasakan sedikit stres belajar di pesantren lantaran belum fasih membaca Al Qur’an. Dari total 300 santri, dr. Syayma masuk dalam kelompok 10 orang dengan bacaan terburuk. ”saya memulainya dari level paling dasar”. Baginya surah yang sulit dihafal di awal dulu adalah surah An naba’

Bambu Runcing, Senjata Tradisional namun Berkekuatan Supranatural

Beberapa waktu lalu media sosial di Indonesia menyoroti aksi sebagian warga Jakarta yang memasang bendera peserta Asean menggunakan bambu. Keberadaan bendera yang terpasang di Jalan Pluit Selatan Raya, Jakarta Utara itu pun mendapat kritikan dari sebagian netizen karena dianggap mempengaruhi citra Negara Indonesia bagi bangsa lain. Terlepas dari perdebatan yang dilontarkan oleh netizen di medsos, lupakah kita banwa bambu runcing merupakan ikon yang tak terpisahkan bagi bangsa Indonesia. Di beberapa negara, tanaman yang memiliki nama latin bambusea ini mengandung nilai filosofis. Bangsa Tiongkok misalnya, yang menjadikan bambu sebagai simbol keteguhan dan ketulusan. Sementara di India, bambu mengandung pesan persahabatan. Di kebudayaan suku Jawa, bambu atau dikenal dengan sebutan pring merupakan bagian dari pedoman hidup yang di dalamnya menggambarkan karakteristik masyarakat Jawa. Dilansir dari portal Tempo, (2/8), dalam falsafah bambu atau dinamakan ngelmu pring , masin

Terkesima dengan Gerombolan Lebah Diatas Pohon Mangrove

Jumat lalu, seperti biasa saya mengantarkan makan siang untuk bapak tukang di daerah Medokan Ayu Tambak, Rungkut, Surabaya. Jika dilihat dari peta, ternyata lokasinya tidak jauh dari perairan. Ada selat Madura, dan lebih jauh sedikit ada laut Jawa. Di tempat yang saya kunjungi ini masih sangat jarang dijumpai bangunan, apalagi rumah penduduk. Hanya deretan pohon mangrove dan semakbelukar yang tumbuh subur . Cuaca hari itu begitu panas. Sambil menunggu ibu yang sedang mengobrol bersama para tukang, saya memilih berteduh di bawah salah satu pohon mangrove. Ah, udaranya terasa begitu sejuk dengan hembusan angin siang yang sepoi-sepoi.   Dibalik rerimbunan pohon mangrove yang kini mulai mengering itu, saya melihat gerombolan lebah beterbangan kesana kemari. Mereka berpindah dari satu bunga ke bunga lainnya. Sesekali saya menghindar, sambil sedikit menjerit, hahahah takut tiba-tiba disengat.  Tapi untuk masalah ini, lebah tentu tak perlu khawatir kalau tiba-tiba kulitnya menghit