Langsung ke konten utama

Kisah sang Dokter Cantik Hafalan Al Quran lewat Story Telling

Al Qur’an merupakan mukjizat terbesar yang diwahyukan Allah melalui Nabi Muhammad SAW untuk umat muslim. Di dalamnya terdapat sumber ilmu pengetahuan sebagai pedoman hidup manusia, baik di dunia maupun akhirat. Bagi umat muslim, mempelajari Al Qur’an tidaklah sulit. Allah telah memberikan jaminan kemudahan bagi siapa saja yang ingin membaca, menghafal, memahami serta mengamalkannya.

Kemudahan mempelajari Al Qur’an itu juga dirasakan salah satunya oleh dr. Syayma. dia mulai menghafalkan Al Qur’an ketika duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama.“Awalnya saya terpaksa menghafalkan Al Qur’an. Karena di pesantren memang ada kurikulum tahfidz, jadi mau gak mau harus hafalan”, kata Syayma. Dirinya sempat merasakan sedikit stres belajar di pesantren lantaran belum fasih membaca Al Qur’an. Dari total 300 santri, dr. Syayma masuk dalam kelompok 10 orang dengan bacaan terburuk. ”saya memulainya dari level paling dasar”. Baginya surah yang sulit dihafal di awal dulu adalah surah An naba’. “saking sulitnya, setengah mati saya menghafalkannya sampai nangis-nangis”, kata perempuan bernama lengkap Syayma karima al hafizhah.

Pada suatu kesempatan, pesantren tempat dr. Syayma belajar membuka kelas takhasus. Yakni kelas unggulan yang diperuntukkan bagi siswa-siswi yang ingin menghafalkan Al qur’an. Beberapa teman sempat melarang dr. Syayma mengikuti tes karena belum sempurna bacaan Al Qur’an. Namun hal itu sama sekali tidak mempengaruhi niat dr. Syayma untuk mencoba ikut tes, meskipun hasilnya tidak lolos.

Dirinya menyadari bahwa kemampuan bacaan Al Qur’annya belum se-sempurna teman-teman di level lain. Meski gagal, perempuan yang pernah mendapat bea siswa pendidikan Fakultas Kedokteran UNS Surakarta ini masih tetap semangat dan punya kemauan keras untuk menghafal Al qur’an. “tidak apa-apa kali ini syayma ketolak ikut kelas takhasus, tapi nanti biar ustadz dan ustadzah yang memasukkan saya ke kelas takhasus tanpa tes”, berontaknya dalam hati kala itu.

Sejak saat itu dirinya bertekad untuk menuliskan mimpi bisa menghafal 7 juz sebelum tamat SMP. Dituliskannya mimpi itu pada selembar kertas lalu dia tempelkan pada dinding yang ada di dalam kamarnya. Sebagian teman tertawa saat membaca catatan kecil di dinding Syayma, karena menurut mereka itu susah dicapai. Meski demikian, perempuan asal Bogor itu justru semakin terpacu memperbaiki bacaan tilawah sekaligus menghafalkannya.

Beruntung Syayma bisa menemukan cara mudah menghafalkan Al Qur’an. Metode yang dipakainya adalah dengan bercerita (story telling). “jadi setoran hafalan Al qur’an itu seperti saya sedang bercerita kepada ustadz”, cerita Syayma. Hal pertama yang dilakukannya adalah berusaha memahami keseluruhan makna dari setiap ayat Al qur’an. Kemudian dia mengimajinasikan makna tersebut menjadi suatu keadaan yang seolah-olah diketahui bahkan dialaminya sendiri.

Bagi Syayma, keinginannya yang kuat bisa menghafalkan Quran supaya bisa dijadikan motivasi bagi teman serta adik kelasnya. Dia ingin menunjukkan bahwa tidak ada yang sulit jika ada tekad kuat,“impossible is nothing”, imbuhnya. Dia selalu menegaskan bahwa menghafal Al qur’an bukan hanya hak anak-anak, tapi hak kita semua. Anak kecil, seorang profesional bahkan orang lanjut usia pun bisa menghafalkan Al qur’an asalkan ada kemauan besar.
Apa yang sudah saya capai selama ini itu karena Allah mengizinkan serta punya keinginan kuat”, terangnya.
Berhasil hafal 7 juz semasa SMP, Syayma melanjutkan hafalannya pada jenjang Sekolah Menengah Atas. Secara konsisten dia mampu menghafalkan 5 juz mulai kelas satu dan dua. Sayangnya ketika memasuki kelas akhir, Syayma mengalami kejenuhan alias stagnasi. Saking bosannya, dia sempat menulis surat berisi tentang keinginannya untuk berhenti menghafalkan Al qur’an kepada salah satu ustadz.

Membaca curhatan santrinya itu, sang ustadz memberikan sebuah nasihat yang masih terekam di otak Syayma. ”kamu boleh berhenti hafalan Al qur’an kalau otakmu meleleh hingga keluar dari mulut dan hidungmu karena kepanasan menghafal Al qur’an’, cerita Syayma menirukan nasihat ustadz Asep. Dukungan dari orang tua, para guru serta teman lah yang membuat Syayma mampu bertahan melewati cobaan saat itu. 

Keberhasilan dokter muda dan cantik ini dalam menghafalkan Al Qur’an dikarenakan kuatnya niat disertai dengan aksi nyata. Aksi nyata itu salah satunya diwujudkan dengan mengatur waktu. Selain mengalami masa kejenuhan, Syayma dihadapkan pada persoalan lain. Muncul pergulatan batin apakah dia tetap menghafalkan Quran atau fokus pada persiapan ujian nasional dan persiapan tes masuk perguruan tinggi. Sebagai salah satu siswa berprestasi di sekolah, Syayma berharap bisa lulus ujian dan diterima di perguruan tinggi negeri. Belum lagi dirinya juga aktif terlibat beberapa kegiatan di pesantren sehingga fokus jadi bercabang. Namun disisi lain, dia merasa berat hati tidak bisa menuntaskan hafalannya.  

Selama proses dialog pada diri sendiri itu, Syayma sampai pada keputusan tetap menghafalkan Quran hingga tamat. Dia juga menemukan solusi atas permasalahan pembagian waktu. Dia catat segala aktivitas dalam sehari mulai bagun tidur di pagi hari hingga malam. Dari sana Syayma sadar bahwa banyak jam-jam kosong yang bisa dimanfaatkan untuk hafalan. ”Ternyata dalam sehari itu ada jam ke-25”, tuturnya.

Syayma kemudian memanfaatkan jam kosong dan waktu istirahat untuk menghafal atau sekedar membaca ulang (murojaah) Quran. Entah itu ketika guru belum hadir di kelas, makan siang atau menunggu antrian mandi. Disamping itu Syayma juga mulai mengubah pola tidur malamnya. Dia tidur malam selama tiga jam setelah belajar pelajaran sekolah atau latihan persiapan ujian. Kemudian jam satu malam dia manfaatkan untuk menghafalkan Quran hingga tiba waktu shubuh. Hari demi hari Syayma tetap konsisten membagi waktu belajar serta hafalannya. Dalam benaknya dia berkeyakinan bahwa segala sesuatu bisa terwujud atas izin Allah dan disertai tekad kuat. 
"Seberapa banyak pertolongan Allah yang didapat hari itu berbanding lurus dengan seberapa banyak bacaan Al Qur’anmu," tuturnya dalam sebuah pertemuan di Kabupaten Sidoarjo.
Pertolongan Allah itulah yang dirasakan oleh Syayma atas ketekunannya mempelajari Quran. Berbagai prestasi akademik pernah diraihnya. Syayma juga menerima bea siswa Fakultas Kedokteran Universitas Negeri Sebelas Maret, Surakarta. Keinginan terbesarnya menghafal Al Qur’an 30 juz pun akhirnya bisa tercapai bahkan sebelum pelaksanaan ujian kelulusan.

Kini Syayma masih tetap semangat berjuang untuk mempelajari Al Qur’an. Profesinya sebagai dokter tidak mengurangi semangat untuk tetap istiqomah membaca dan murojaah Al Qur’an. ini juga sebagai salah satu cara menjaga hafalan Quran agar tidak cepat lupa. Seorang ustadz pernah bertutur bahwa jika seseorang sering lupa berati dia belum akrab dengan Al Qur’an. sehingga menurutnya agar bisa akrab, perlu istiqomah dalam mengulang atau murojaah. “kuncinya hanya murojaah, murojaah dan murojaah”, kata Syayma. Dia juga menambahkan pesan dari gurunya, ” membaca Al Qur’an harus diulang-ulang sebanyak hafalan dia”. Bagi Syayma, segala azam atau cita-citanya sejauh ini bisa tercapai karena ridha Allah serta adanya niat disertai tindakan. Kunci mengatasi segala kesulitan, rasa malas dan putus asa adalah dirinya sendiri.

Artikel ini pernah dimuat di majalah Yayasan Dana Sosial Al Falah Surabaya (YDSF) dengan judul berbeda

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bambu Runcing, Senjata Tradisional namun Berkekuatan Supranatural

Beberapa waktu lalu media sosial di Indonesia menyoroti aksi sebagian warga Jakarta yang memasang bendera peserta Asean menggunakan bambu. Keberadaan bendera yang terpasang di Jalan Pluit Selatan Raya, Jakarta Utara itu pun mendapat kritikan dari sebagian netizen karena dianggap mempengaruhi citra Negara Indonesia bagi bangsa lain. Terlepas dari perdebatan yang dilontarkan oleh netizen di medsos, lupakah kita banwa bambu runcing merupakan ikon yang tak terpisahkan bagi bangsa Indonesia. Di beberapa negara, tanaman yang memiliki nama latin bambusea ini mengandung nilai filosofis. Bangsa Tiongkok misalnya, yang menjadikan bambu sebagai simbol keteguhan dan ketulusan. Sementara di India, bambu mengandung pesan persahabatan. Di kebudayaan suku Jawa, bambu atau dikenal dengan sebutan pring merupakan bagian dari pedoman hidup yang di dalamnya menggambarkan karakteristik masyarakat Jawa. Dilansir dari portal Tempo, (2/8), dalam falsafah bambu atau dinamakan ngelmu pring , masin

Terkesima dengan Gerombolan Lebah Diatas Pohon Mangrove

Jumat lalu, seperti biasa saya mengantarkan makan siang untuk bapak tukang di daerah Medokan Ayu Tambak, Rungkut, Surabaya. Jika dilihat dari peta, ternyata lokasinya tidak jauh dari perairan. Ada selat Madura, dan lebih jauh sedikit ada laut Jawa. Di tempat yang saya kunjungi ini masih sangat jarang dijumpai bangunan, apalagi rumah penduduk. Hanya deretan pohon mangrove dan semakbelukar yang tumbuh subur . Cuaca hari itu begitu panas. Sambil menunggu ibu yang sedang mengobrol bersama para tukang, saya memilih berteduh di bawah salah satu pohon mangrove. Ah, udaranya terasa begitu sejuk dengan hembusan angin siang yang sepoi-sepoi.   Dibalik rerimbunan pohon mangrove yang kini mulai mengering itu, saya melihat gerombolan lebah beterbangan kesana kemari. Mereka berpindah dari satu bunga ke bunga lainnya. Sesekali saya menghindar, sambil sedikit menjerit, hahahah takut tiba-tiba disengat.  Tapi untuk masalah ini, lebah tentu tak perlu khawatir kalau tiba-tiba kulitnya menghit