Langsung ke konten utama

Saat Seseorang Berada Dalam Kondisi Ketidakpastian, Ini yang Dilakukan



Suatu ketika, kantor tempat saya kerja kedatangan staf baru. Dia seorang laki-laki asal Surabaya. Singkat cerita, saya dan teman-teman mencoba memperkenalkan diri kepada staf baru, sebut saja namanya Dio. Tak butuh lama waktu ngobrol, masing-masing dari kami langsung bergegas menghadap laptop untuk menjalankan rutinitas seperti biasanya.

Selang dua hari dari perkenalan itu, tiba-tiba dia menelpon saya di siang hari. Saat itu saya menolak untuk menjawab, simple, saya memilih untuk menikmati istirahat di siang hari. Maklum, selama sepekan, saya hanya bisa menikmati bobo cantik di siang hari hanya pas libur kerja di hari Minggu. Rupanya, Dio mencoba cara lain dengan mengirimkan pesan singkat berbunyi, “Maaf saya ganggu istirahatnya, ada yang mau dibicarakan personal, penting ini”.

Gak berapa lama baca pesan itu, Dio lalu menelpon lagi. Kali ini saya berbaik hati mengangkat teleponnya. Tanpa basa-basi, Dio lalu melontarkan pertanyaan yang ternyata mengganggu pikirannya selama dua hari ini. Dia lalu mengawali pertanyaan, “Apakah pemberian gaji di kantor sering telat?”.

Mendengar pertanyaan itu mata saya yang mulanya ngantuk langsung tersadar. Dalam benak saya, mengapa dia bertanya soal itu padahal baru kerja dua hari? Dio lalu bercerita bahwa saat proses interview akhir, dirinya sempat mendengar salah seorang staf yang meminta uang gaji ke HRD. Si karyawan itu juga bilang tentang keterlambatan pembayaran gaji hingga satu minggu.

Belum sempat saya menjawab, Dio lantas menambahkan pertanyaan lain. “gaji karyawan itu pasti dikasih kan mbak? Soalnya saya juga punya pengalaman kerja di perusahaan yang bermasalah, gaji karyawan dipotong bahkan gak dikasih dengan alasan tertentu”, imbuhnya. Usai melontarkan bertanyaan beruntun itu Dio meminta saya untuk menjawab secara jujur tanpa ada sedikit pun yang harus ditutupi.


Saat itu saya sedikit bingung bagaimana harus merespon pertanyaan Dio. Di satu sisi saya tidak mungkin membuka keburukan pada staf baru, karena menurut saya persepsi itu sangat personal. Namun di sisi lain, saya punya kewajiban menyampaikan fakta. Hingga akhirnya saya memutuskan mengambil jalan tengah.

Siang itu saya menyampaikan fakta berdasarkan pengalaman langsung. Memang betul, faktanya adalah dua bulan belakangan, pembayaran salary saya mengalami keterlambatan. Saya berusaha menjelaskan faktor penyebabnya hingga akhirnya perusahaan terpaksa membayar gaji tidak tepat waktu dan pembayarannya dicicil pula.

Fakta kedua, selama kurang lebih enam bulan bekerja disana, saya belum pernah mendapati kasus bahwa perusahaan tidak memberikan hak karyawan. Saya hanya menemukan pengurangan alias pemotongan gaji karyawan disebabkan alasan tertentu. Misalnya terlambat, bolos tanpa keterangan atau hasil kinerja yang tidak memenuhi target.

Mendengar jawaban dari saya itu, si Dio merasa lebih tenang dan lega. Hingga akhirnya Dio menyimpulkan bahwa dia kondisinya di perusahaan baru bakal aman alias tidak ada ketakutan akan persoalan hak nya.

Dari secuil kejadian di siang itu, seperti biasa, tiba-tiba muncul uneg-uneg yang menuntun saya untuk menulis status singkat di malan history whatsaap. Poin yang saya lihat adalah bahwa sebuah kondisi yang tidak pasti sudah tentu akan menciptakan ketidaknyamanan alias hidup tidak tenang, ‘uncertainly means uncomfortable’, tulis saya saat itu.

Salah satu teori Komunikasi dijelaskan bahwa untuk mengurangi ketidakpastian, maka dibutuhkan informasi. Tindakan itu juga yang dilakukan Dio saat itu. Sejak mendengar perbincangan HRD dengan staf lama, dia mulai merasa tidak nyaman. Dio khawatir dan mulai berpikir kemungkinan ini dan itu. Kewhawatirannya semakin bertambah karena dia pernah mengalami langsung permasalahan serupa di tempat kerjanya dulu. Sehingga, Dio memutuskan untuk mencari informasi melalui saya.

Menurut saya Dio berupaya untuk menvalidasi fakta informasi yang dia dengar langsung dari percakapan HRD dan staf soal keterlampatan gaji, lalu membandingkannya dengan fakta lain yang bersumber dari saya. Sementara bagi saya pribadi berpikir bahwa tugas saya hanyalah menyampaikan informasi berupa rentetan fakta. Artinya bahwa apa yang saya sampaikan itu real terjadi pada diri, bukan semata persepsi. Apakah itu berbeda? Iya, itu jelas beda. Fakta dan persepsi itu dua hal yang saling berseberangan.

Ilustrasinya sederhana. Jika saya bilang, “ pimpinan kita orangnya baik sekali”, itu adalah ungkapan persepsi. Alasannya karena baik itu sendiri merupakan kata sifat yang masih abstrak. Tingkat atau kriteria kebaikan akan bernilai beda untuk masing-masing orang. Mungkin ada orang yang langsung menjudge baik kepada seseorang, lantaran sering ditraktir makan. Sementara orang lain akan memberikan predikat baik pada orang yang bertutur lemah lembut, meski apa yang disampaikan itu tidak benar alias bohong.

Sementara jika saya berkata, “ pimpinan kita selalu memberikan arahan jika saya mengalami kesulitan, dia memberikan motivasi pada karyawan dan sering mentraktir makan siang”, itu bisa dibilang fakta. Karena semuanya bisa dibuktikan dengan tindakan nyata yang saya terima atas perilaku pimpinan.  

Poin dalam sepenggal cerita di salah satu hari diatas adalah biarkan pendengar yang memberikan penilaian tentang baik buruknya atau tentang salah dan benarnya sesuatu. Tugas kita sebagai komunikator hanyalah memberikan penjelasan berdasarkan realitas saat itu. Tentu redaksi kalimat yang dipergunakan adalah bahasa ril, bukan konsep ya.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bambu Runcing, Senjata Tradisional namun Berkekuatan Supranatural

Beberapa waktu lalu media sosial di Indonesia menyoroti aksi sebagian warga Jakarta yang memasang bendera peserta Asean menggunakan bambu. Keberadaan bendera yang terpasang di Jalan Pluit Selatan Raya, Jakarta Utara itu pun mendapat kritikan dari sebagian netizen karena dianggap mempengaruhi citra Negara Indonesia bagi bangsa lain. Terlepas dari perdebatan yang dilontarkan oleh netizen di medsos, lupakah kita banwa bambu runcing merupakan ikon yang tak terpisahkan bagi bangsa Indonesia. Di beberapa negara, tanaman yang memiliki nama latin bambusea ini mengandung nilai filosofis. Bangsa Tiongkok misalnya, yang menjadikan bambu sebagai simbol keteguhan dan ketulusan. Sementara di India, bambu mengandung pesan persahabatan. Di kebudayaan suku Jawa, bambu atau dikenal dengan sebutan pring merupakan bagian dari pedoman hidup yang di dalamnya menggambarkan karakteristik masyarakat Jawa. Dilansir dari portal Tempo, (2/8), dalam falsafah bambu atau dinamakan ngelmu pring , masin...

Selebgram Hits ini Bertemu Jodoh Lewat IG

Selebgram hits yang bertemu jodoh lewat medsos Siapa bilang orang yang tidak berpacaran alias jomblo , tidak bisa menemukan pasangan hidupnya? Selebgram yang lagi ngehits ini justru menemukan jodohnya dari platform sosial Instagram lho! Dialah Natta Reza, sosok pemuda yang banyak digandrungi kaum millenial, khususnya bagi perempuan. Kisah cintanya dengan sang istri, Wardah Maulina, memberikan banyak inspirasi khususnya bagi kalangan anak muda. Perjalanan pasangan kekasih yang merajut cinta tanpa berpacaran ini kemudian dituliskannya dalam sebuah karya buku berjudul ‘Cinta yang tak biasa’. Proses perkenalan atau taaruf keduanya terbilang cukup singkat dan unik. Kisah bermula saat keduanya saling like foto di Instagram. Saat itu Natta yang sedang membaca pesan notifikasi dari Wardah langsung mengunjugi laman profilnya. Mantan anak band itu lantas tertarik dengan tulisan bio sang istri yang bertuliskan “Cita-cita ingin menikah muda”. Lebih lanjut, Natta mengirimkan pesa...

Surabaya Panen Buah

Ketika berhenti di lampu lalu lintas yang terletak di jalan Dr.Ir Soekarno, saya melihat seorang lelaki paruh baya memakai tas ransel sedang berteduh di bawah pohon keres atau kersen. Keres adalah salah satu nama buah yang ukuranya sebesar bola kelereng. Pria itu memetik beberapa buah lalu memakanya. Melihat kejadian itu, spontan saya berfikir kemungkinan orang itu lapar namun tidak memiliki uang lebih untuk membeli makanan di warung sebelahnya. Karena jika tidak, pria itu dia tidak akan memakan buah yang ukuranya sangat kecil untuk sekian kalinya. Menurut pengamatan saya, hampir di setiap jalan raya di Surabaya banyak ditemui tanaman dan pohon. Baru-baru ini Dinas kebersihan dan pertamanan kota Surabaya menanam sejumlah pohon dan tanaman hias di sepanjang jalan baru Meer – jalan Dr.Ir.Soekarno. Saya berfikir bahwa selain tanaman hias, ada baiknya jika tumbuhan yang ditanam di pinggir-pinggir jalan raya juga diselingi dengan tanaman berbuah. Seperti jeruk, apel, sawo, mangg...