Langsung ke konten utama

Menyapa Orang Asing

Pagi itu bertepatan saya harus stand by di bagian pelayanan untuk menggantikan staf Customer Service yang berhalangan hadir. Layaknya tugas seorang CS, saya menyambut para tamu yang datang ke kantor sambil bertanya ini itu. Saat itu datang seorang laki-laki yang usianya lebih dari 60 tahun. Rambutnya memutih dengan jalannya yang sedikit terbata-bata.
Singkat cerita kami mulai percakapan dari hal-hal umum seputar pekerjaan, bisnis. Lalu pembicaraan berlanjut hingga ke hal-hal yang sifatnya sangat idiologis. Saya dengarkan bagaimana semangatnya lelaki itu menjelaskan banyak hal. Soal bayi lahir dalam keadaan telanjang itu menandakan bahwa fitrah manusia dari lahir suka dengan seksualitas, lanjut ke kebiasaan orang Indonesia masa kini yang terlalu kalap dengan hal asing. Contoh yang dipakainya saat itu adalah agama. Intinya dia bertanya mengapa bangsa ini tidak menghargai atau melestarikan peninggalan leluhur, justru ikut-ikutan ajaran yang bukan berasal dari negaranya sendiri. 
Setelah ngobrol panjang x lebar, saya sadar sedang berbicara dengan seseorang yang berbeda keyakinan dengan agama saya. Rupanya dugaan itu benar. Saya mendapatkan informasi bahwa lelaki tua itu penganut aliran kepercayaan para leluhur alias animisme. Sebuah kepercayaan yang menurutnya itu produk asli Indonesia. 
Di kota Besar seperti Surabaya, ternyata masih ada secuil masyarakat yang masih memegang teguh ajaran kepercayaan para leluhurnya. Ini mengingatkanku pada peristiwa malam, dimana saya ikut menyaksikan warga suku Tengger di Bromo berdoa dengan bahasa kejawen yang baru kudengar. Di depannya ada banyak sajen. Rasane semriwing, ditambah longlongan anjing malam itu membuatku sedikit takut.
Dari sepenggal cerita diatas, ada 2 hal yang menggelitikku untuk bertanya:
1. Soal bayi terlahir dalam keadaan telanjang. Saya menilai dari sisi selain seksualitas, tapi itu menunjukkan fitrah manusia yang sejatinya murni tidak perlu membawa apa-apa. Siapa dia hanyalah seorang bayi tanpa kekayaan, bahkan tanpa baju, gak punya kekuasaan. dan nanti ketika mati, orang itu akan kembali pada bumi tanpa membawa harta kekayaan, jabatan, dan kedudukannya. Tubuhnya hanya dibalut oleh kain kafan putih. persis ketika bayi terlahir lalu dipasangi gedong 
2. Menyoal kenapa warga lebih tertarik dengan agama dari negara asing? bagi saya ini sekaligus pertanyaan umpan, mengapa ajaran mereka tidak bisa eksis pada manusia milenial masa kini? ataukah jangan-jangan nilai dalam ajaran mereka kurang relevan jika harus diaplikasikan pada masyarakat yang notabene mengedepankan akal dan logika. Disaat agama lain berlomba-lomba mendakwahkan tentang kebenaran ajarannya, mengapa mereka tidak turut serta terlibat?

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kisah sang Dokter Cantik Hafalan Al Quran lewat Story Telling

Al Qur’an merupakan mukjizat terbesar yang diwahyukan Allah melalui Nabi Muhammad SAW untuk umat muslim. Di dalamnya terdapat sumber ilmu pengetahuan sebagai pedoman hidup manusia, baik di dunia maupun akhirat. Bagi umat muslim, mempelajari Al Qur’an tidaklah sulit. Allah telah memberikan jaminan kemudahan bagi siapa saja yang ingin membaca, menghafal, memahami serta mengamalkannya. Kemudahan mempelajari Al Qur’an itu juga dirasakan salah satunya oleh dr. Syayma. dia mulai menghafalkan Al Qur’an ketika duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama.“Awalnya saya terpaksa menghafalkan Al Qur’an. Karena di pesantren memang ada kurikulum tahfidz, jadi mau gak mau harus hafalan ”,  kata Syayma.  Dirinya sempat merasakan sedikit stres belajar di pesantren lantaran belum fasih membaca Al Qur’an. Dari total 300 santri, dr. Syayma masuk dalam kelompok 10 orang dengan bacaan terburuk. ”saya memulainya dari level paling dasar”. Baginya surah yang sulit dihafal di awal dulu adalah surah An naba’

Bambu Runcing, Senjata Tradisional namun Berkekuatan Supranatural

Beberapa waktu lalu media sosial di Indonesia menyoroti aksi sebagian warga Jakarta yang memasang bendera peserta Asean menggunakan bambu. Keberadaan bendera yang terpasang di Jalan Pluit Selatan Raya, Jakarta Utara itu pun mendapat kritikan dari sebagian netizen karena dianggap mempengaruhi citra Negara Indonesia bagi bangsa lain. Terlepas dari perdebatan yang dilontarkan oleh netizen di medsos, lupakah kita banwa bambu runcing merupakan ikon yang tak terpisahkan bagi bangsa Indonesia. Di beberapa negara, tanaman yang memiliki nama latin bambusea ini mengandung nilai filosofis. Bangsa Tiongkok misalnya, yang menjadikan bambu sebagai simbol keteguhan dan ketulusan. Sementara di India, bambu mengandung pesan persahabatan. Di kebudayaan suku Jawa, bambu atau dikenal dengan sebutan pring merupakan bagian dari pedoman hidup yang di dalamnya menggambarkan karakteristik masyarakat Jawa. Dilansir dari portal Tempo, (2/8), dalam falsafah bambu atau dinamakan ngelmu pring , masin

Terkesima dengan Gerombolan Lebah Diatas Pohon Mangrove

Jumat lalu, seperti biasa saya mengantarkan makan siang untuk bapak tukang di daerah Medokan Ayu Tambak, Rungkut, Surabaya. Jika dilihat dari peta, ternyata lokasinya tidak jauh dari perairan. Ada selat Madura, dan lebih jauh sedikit ada laut Jawa. Di tempat yang saya kunjungi ini masih sangat jarang dijumpai bangunan, apalagi rumah penduduk. Hanya deretan pohon mangrove dan semakbelukar yang tumbuh subur . Cuaca hari itu begitu panas. Sambil menunggu ibu yang sedang mengobrol bersama para tukang, saya memilih berteduh di bawah salah satu pohon mangrove. Ah, udaranya terasa begitu sejuk dengan hembusan angin siang yang sepoi-sepoi.   Dibalik rerimbunan pohon mangrove yang kini mulai mengering itu, saya melihat gerombolan lebah beterbangan kesana kemari. Mereka berpindah dari satu bunga ke bunga lainnya. Sesekali saya menghindar, sambil sedikit menjerit, hahahah takut tiba-tiba disengat.  Tapi untuk masalah ini, lebah tentu tak perlu khawatir kalau tiba-tiba kulitnya menghit