Langsung ke konten utama

Tabiat Muslim Era Digital


Kecanggihan teknologi utamanya di bidang Informasi dan Komunikasi telah menciptakan budaya baru. Yaitu sebuah masa dimana hampir sebagian besar aktivitas manusia melibatkan seperangkat mesin pintar yang terkoneksi dengan sebuah jaringan. Ya, era digitalisasi ditandai dengan menjamurnya produk-produk digital yang begitu digemari oleh masyarakat millenial.

Bukti begitu popularnya produk digital ditandai dengan munculnya ruang sosial publik yang kita sebut media sosial. Bentuknya pun beragam, lengkap dengan tawaran fitur-fitur menarik yang seakan memanjakan para penggunanya. Beberapa yang terkenal adalah facebook, instagram, youtube, line, twitter, blog pribadi, dan masih banyak lagi.

Disadari atau tidak, hampir seluruh masyarakat di belahan bumi ini menjadi pengguna aktif media sosial tertentu. Keberadaanya memberikan pengaruh luar biasa terhadap perubahan karakter serta kebiasaan masyarakat, tak terkecuali umat Islam di seluruh dunia. Yang menjadi pertanyaan kemudian, apa saja sih karakter Muslim millenial yang hidup di jaman serba digital ini?

Pertama, rasa saling berbagi begitu tinggi. Islam adalah agama yang mengajarkan nilai-nilai kebersamaan, saling tolong-menolong, saling berbagi, dan saling mengasihi. Allah memerintahkan kita melalui Rasul-NYA agar tolong menolong dalam hal kebaikan. Di era digital ini, umat Islam semakin terdorong untuk saling berbagi satu sama lain, saling menginspirasi, dan memberikan nasihat kebijakan kepada sesama.

Para blogger misalnya, mereka biasa menuliskan konten inspiratif sehingga memberikah hikmah luar biasa kepada pembacanya. Begitu halnya di akun media sosial seperti facebook, youtube, IG. Masing-masing punya kolom berbagi. Istilah yang dipakai pun beragam, mulai dari ‘share’, ‘retweet’, dan  repost’. Biasanya, setelah warganet membaca informasi atau artikel penting, hal pertama yang akan dilakukan adalah menekan tombol ‘like’ dilanjutkan dengan ‘share’. Contoh kedua, mungkin sebagian dari kita yang tergabung dalam grub tertentu sering mendapatkan kiriman-kiriman menarik dari orang yang tidak kita kenal sebelumnya.

Kedua, manusia millenial memiliki karakter serba ingin tahu. Dengan kata lain, motivasi belajarnya meningkat. Kemudahan dalam mengakses informasi dari berbagai negara tanpa adanya sekat, menjadikan warganet haus akan informasi. Bagi mereka yang belum memahami betul terkait ajaran agama Islam, bisa belajar dari internet.
Caranya, misalnya dengan mengikuti kajian tokoh-tokoh agama, ulama, dan syeikh, baik dari Indonesia maupun ulama besar negara lain seperti Dr. Dzakir Naik yang vidio kajiannya banyak ditonton oleh muslim di Indonesia. Mereka dengan mudah mengunduh vidio ceramah-ceramah yang disampaikan oleh pakarnya, mengikuti akun resmi para tokoh agama, dan berinteraksi dengan tokoh agama tersebut melalui jejaring sosial.

Meski demikian, untuk perkara mencari ilmu agama, umat Islam tetap dianjurkan agar berguru secara langsung kepada para ulama, dan menghadiri majelis ta’lim. Ini dilakukan semata-mata untuk menjaga kemurnian ilmu, sehingga meminimalisir adanya interpretasi keliru dan menyesatkan. Selain itu, dengan melakukan interaksi langsung, akan terbentuk hubungan emosional, keakraban yang begitu dekat, baik antara guru dan murid maupun sesama murid yang lain.

Ketiga, terciptanya rasa kepedulian untuk menjauhi perbuatan butuk (amal ma’ruf nahi mungkar). Saat berselancar di ruang maya, pernahkah kita mendapatkan tontonan tidak baik atau cuitan provokatif yang memecah belah kedamaian antar umat? Jika pernah, apa tindakan pertama yang biasa kita lakukan? Pasti jawabannya adalah menghapus histori dari laman pribadi kita, lalu melaporkannya sebagai tindakan spam atau tidak pantas dipublikasikan.

Beberapa media sosial sudah dilengkapi dengan fitur blacklist. Kita bersama-sama bisa dengan mudah melaporkan adanya apam oleh akun-akun yang ternyata menyebarkan konten negatif, melakukan tindak pidana kejahatan, serta menyebarkan ujaran kebencian atau provokatif. Dengan adanya laporan spam dari beberapa warganet tersebut, akhirnya penyedia situs tersebut akan memblokir akun bersangkutan.

*Artikel ini ditayangkan di portal suaramuslim.net 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kisah sang Dokter Cantik Hafalan Al Quran lewat Story Telling

Al Qur’an merupakan mukjizat terbesar yang diwahyukan Allah melalui Nabi Muhammad SAW untuk umat muslim. Di dalamnya terdapat sumber ilmu pengetahuan sebagai pedoman hidup manusia, baik di dunia maupun akhirat. Bagi umat muslim, mempelajari Al Qur’an tidaklah sulit. Allah telah memberikan jaminan kemudahan bagi siapa saja yang ingin membaca, menghafal, memahami serta mengamalkannya. Kemudahan mempelajari Al Qur’an itu juga dirasakan salah satunya oleh dr. Syayma. dia mulai menghafalkan Al Qur’an ketika duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama.“Awalnya saya terpaksa menghafalkan Al Qur’an. Karena di pesantren memang ada kurikulum tahfidz, jadi mau gak mau harus hafalan ”,  kata Syayma.  Dirinya sempat merasakan sedikit stres belajar di pesantren lantaran belum fasih membaca Al Qur’an. Dari total 300 santri, dr. Syayma masuk dalam kelompok 10 orang dengan bacaan terburuk. ”saya memulainya dari level paling dasar”. Baginya surah yang sulit dihafal di awal dulu adalah surah An naba’

Bambu Runcing, Senjata Tradisional namun Berkekuatan Supranatural

Beberapa waktu lalu media sosial di Indonesia menyoroti aksi sebagian warga Jakarta yang memasang bendera peserta Asean menggunakan bambu. Keberadaan bendera yang terpasang di Jalan Pluit Selatan Raya, Jakarta Utara itu pun mendapat kritikan dari sebagian netizen karena dianggap mempengaruhi citra Negara Indonesia bagi bangsa lain. Terlepas dari perdebatan yang dilontarkan oleh netizen di medsos, lupakah kita banwa bambu runcing merupakan ikon yang tak terpisahkan bagi bangsa Indonesia. Di beberapa negara, tanaman yang memiliki nama latin bambusea ini mengandung nilai filosofis. Bangsa Tiongkok misalnya, yang menjadikan bambu sebagai simbol keteguhan dan ketulusan. Sementara di India, bambu mengandung pesan persahabatan. Di kebudayaan suku Jawa, bambu atau dikenal dengan sebutan pring merupakan bagian dari pedoman hidup yang di dalamnya menggambarkan karakteristik masyarakat Jawa. Dilansir dari portal Tempo, (2/8), dalam falsafah bambu atau dinamakan ngelmu pring , masin

Terkesima dengan Gerombolan Lebah Diatas Pohon Mangrove

Jumat lalu, seperti biasa saya mengantarkan makan siang untuk bapak tukang di daerah Medokan Ayu Tambak, Rungkut, Surabaya. Jika dilihat dari peta, ternyata lokasinya tidak jauh dari perairan. Ada selat Madura, dan lebih jauh sedikit ada laut Jawa. Di tempat yang saya kunjungi ini masih sangat jarang dijumpai bangunan, apalagi rumah penduduk. Hanya deretan pohon mangrove dan semakbelukar yang tumbuh subur . Cuaca hari itu begitu panas. Sambil menunggu ibu yang sedang mengobrol bersama para tukang, saya memilih berteduh di bawah salah satu pohon mangrove. Ah, udaranya terasa begitu sejuk dengan hembusan angin siang yang sepoi-sepoi.   Dibalik rerimbunan pohon mangrove yang kini mulai mengering itu, saya melihat gerombolan lebah beterbangan kesana kemari. Mereka berpindah dari satu bunga ke bunga lainnya. Sesekali saya menghindar, sambil sedikit menjerit, hahahah takut tiba-tiba disengat.  Tapi untuk masalah ini, lebah tentu tak perlu khawatir kalau tiba-tiba kulitnya menghit