Kehadiran
Islam di muka bumi ini sungguh menjadi rahmat bagi alam beserta seluruh isinya,
tak terkecuali manusia. Konsep nilai-nilai yang tertanam dalam ajaran Islam
begitu sempurna, sehingga segala urusan makhluk sudah diatur sedemikian
rupanya. Mulai dari akidah, ibadah, muamalah, sains teknologi, politik,
manajemen bisnis dan masih banyak lagi. Itu artinya, sebagai panutan umat
manusia, Islam bukan hanya menekankan orientasi akhirat, melainkan juga
mengatur segala urusan manusia selama hidup di dunia.
Untuk
mencapai kesuksesan baik di dunia maupun akhirat, Allah sudah memberikan
petunjuk bagaimana caranya. Allah berfirman dalam Al Quran surat Al mujadalah ayat
11, Yarfaillahulladzina Amanu Minkum
Walladzina Utul Ilma Darojat. Artinya, Allah akan meninggikan beberapa
derajat orang-orang yang beriman diantaramu dan orang-orang yang diberi ilmu
pengetahuan (iImu) beberapa derajat. Nabi Muhammad SAW bersabda yang artinya:
Barangsiapa menginginkan dunia maka harus dengan ilmu, dan barang siapa menginginkan akhirat maka harus dengan ilmu, dan barang siapa menginginkan keduanya, maka harus dengan ilmu”, Al Hadits.
Sejarah
peradaban Islam membuktikan bahwasanya orang-orang yang memiliki tingkat ketaatan
tinggi kepada Allah SWT cenderung sukses dalam urusan dunia. Muhammad SAW
merupakan sosok paripurna yang bukan hanya menggambarkan sosok dengan tingkat
spiritual begitu tinggi, melainkan juga sukses dengan kehidupan dunianya.
Begitu halnya dengan sahabat nabi, Abu Bakar, Umar, Ustman. Salah satu sahabat
nabi yang begitu terkenal kekayaannya, Abdurrahman bin Auf.
Abdurrahman
bin Auf merupakan sahabat yang masuk Islam pada masa Dakwah Rasulullah. Dia
berasal dari Bani Zuhrah Serta berkerabat dengan
Usman bin Affan dan Sa’ad bin Waqqas. Abdurrahman
bin Auf menjadi orang terkaya di Kota Makkah dan Madinah. Suatu
ketika Abdurrahman bin Auf ikut hijrah bersama Rasulullah ke Madinah. Dia
meninggalkan seluruh kekayaannya demi berjihad bersama Nabi Muhammad SAW.
Alkisah, di perjalanan menuju Madinah, Abdurrahman bin Auf dihadang oleh
kawanan orang kafir Makkah. Mereka mengancam akan mengambil semua harta benda
yang dibawa Abdurrahman bin Auf. Meski semua perbekalannya raub serta istrinya
pun pergi meninggalkannya, Abdurrahman bin Auf tetap melanjutkan perjalanannya
ke Madinah. Hingga kabar kebangrutan Abdurrahman bin Auf terdengar oleh
penduduk Makkah.
Singkat
cerita datanglah seorang saudagar kaya di Madinah Sa’ad bin Rabi. Rupanya Sa’ad juga sudah mendengar
tentang kondisi yang menimpa Abdurrahman
bin Auf. Sa’ad datang menemui Abdurrahman bin Auf dan berniat memberikan
separuh kekayaannya kepada Abdurrahman bin Auf. Mendengar
tawaran itu, Abdurrahman bin Auf justru bertanya,
“Tunjukkan saja kepadaku dimana letak pasar (busat bisnis) disini?”, ucapnya. Sa’ad lalu menunjukkan kepadanya tempat yang dimaksud. Dan disana lah Abdurrahman bin Auf mengawali bisnisnya hingga akhirnya dia berhasil menjadi orang terkaya di Kota Madinah.
Jika diukur
dengan kurs rupiah menurut beberapa kalangan, jumlah aset kekayaan Abdurrahman
bin Auf diperkirakan melebihi 2.560.000 dinar atau setara dengan Rp. 3,2
Trilyun saat ini. Jumlah itu belum termasuk aset properti dan aset lain yang
dimilikinya. Meski
kekayaan Abdurrahman bin Auf terus
bertambah, namun dirinya tak pernah menikmati harta itu sendirian. Dia
merupakan sosok sahabat yang sangat dermawan karena senantiasa menafkahkan
hartanya di jalan Allah. Bahkan suatu ketika ia menyerahkan hampir seluruh
harta kekayaannya untuk biaya perang umat Islam, hingga para sahabat yang
lainnya kaget dan kagum.
Beberapa
pendapat mengatakan bahwa keempat istri Abdurrahman bin Auf mendapatkan ganti
hak waris sebesar 80.000 dinar ( Rp 100 milyar) per istri, sehingga total ganti
waris untuk keempat istrinya adalah Rp 400 Milyar. Nah, sesuai dengan hukum
waris ( melalui pendekatan perkiraan ) bahwa jatah waris istri-istri adalah
seperdelapan dari total warisan. Itu berarti angka Rp 400 Milyar baru
seperdelapan kekayaan total beliau. Sehingga asumsi minimalnya, kekayaan
warisan beliau totalnya adalah Rp 400 M x 8 = Rp 3,2 Trilyun.
Lantas
bagaimana seorang Abdurrahman Bin Auf mampu menguasai Kota Makkah dan Madinah
dengan menjadi orang terkaya? Kesuksesan seorang Abdurrahman Bin Auf tidak
hanya soal materi, namun dia juga sahabat yang punya tingkat spiritual tinggi. Dia
bahkan rela mendermakan seluruh kekayaannya hanya untuk berjuang di jalan
Allah. Berikut kepribadian seorang konglomerat Abdurrahman Bin Auf:
Menggantungkan Diri Pada Allah
Ketika
Abdurrahman bin Auf ditawari harta benda oleh saudara angkatnya, dia menolak,
justru Abdurrahman bin Auf memulai usaha sendiri. Ini menunjukkan sikap hamba yang
tidak bergantung pada orang lain, melainkan hanya kepada Allah. Bahkan disaat kondisi
ekonominya mengalami keterpurukan akibat seluruh harta bendanya dirampok,
Abdurrahman bin Auf tidak berputus asa.
Dengan penuh keyakinan, Abdurrahman bin Auf justru berucap “Sungguh
kulihat diriku, seandainya aku mengangkat batu niscaya kutemukan di bawahnya
emas dan perak !” ungkapant tersebut merupakan salah satu sikap yang
ditunjukkan oleh Abdurrahman Bin Auf bahwa Allah akan senantiasa membantunya
dan dia senantiasa berprasangka baik terhadap Allah sehingga apapun yang ia
usahakan pasti mendapatkan hasil yang baik pula.
Sebagaimana disabdakan oleh Rasulullah yang menyatakan dalam sebuah hadist
qudsi yang berarti :
Dari Abu Hurairah ra. Berkata, bersabda Rasulullah SAW, Allah berfirman : “Aku tergantung pada prasangka hamba-Ku, dan Aku bersamanya jika ia mengingat-Ku; jika ia mengingat-Ku dalam jiwanya, maka Aku mengingatnya dalam diri-Ku; dan jika ia mengingat-Ku dalam lintasan pikirannya, niscaya Aku akan mengingat-Nya dalam pikirannya kebaikan darinya (amal-amalnya); dan jika ia mendekat kepada-ku setapak, maka aku akan mendekatkannya kepada-Ku sehasta; jika ia mendekat kepada-ku sehasta, maka aku akan mendekatkannya kepada-ku sedepa; dan jika ia mendatangi-Ku dengan berjalan, maka Aku akan menghampirinya dengan berlari.(Hadits riwayat Bukhari dan Muslim
Meskipun
hidupnya berkelimpahan harta dan kekayaan, namun tidak membuat Abdurrahman bin
Auf lupa akan akhirat. Abdurrahman bin Auf seorang pemimpin yang mengendalikan
hartanya, bukan harta yang mengendalikannya. Jiwa dan raganya telah diserahkan
sepenuhnya untuk Allah. Begitulah Abdurrahman Bin Auf senantiasa memadukan
antara kepentingan dunia dan akhirat. Segala amaliyah di dunia bernilai
akhirat.
Mencari Harta Yang Halal
Walaupun
Abdurrahman bin Auf memiliki banyak harta, namun ia mendapatkan semuanya dengan
cara-cara yang halal. Ia bekerja dengan jujur dan profesional, karena itulah
hartanya serpeti tak pernah habis dan terus melimpah. Ia senantiasa menghindari
praktek-praktek riba dan haram dalam berniaga. Karena itulah Ustman bin Affan yang sudah sangat kaya pun bersedia
menerima wasiat Abdurahman ketika membagikan 400 Dinar bagi setiap veteran
perang Badar. Atas pembagian ini Ustman bin Affan berkata, “ Harta
Abdurahman bin Auf halal lagi bersih, dan memakan harta itu membawa selamat dan
berkat”.
Bersikap Dermawan
Melimpahnya
harta benda tidak menjadikan Abdurrahman bin Auf lupa pada orang-orang yang
membutuhkannya. Sahabat satu ini dikenal sebagai orang yang sangat dermawan, hingga
banyak para sahabat tercengang atas kedermawanannya.
Abdurrahman
bin Auf pernah menyumbangkan seluruh barang yang dibawa oleh kafilah
perdagangannya kepada penduduk Madinah, yang totalnya ada 700 unta. Beberapa
pakar sejarah menyatakan, Abdurrahman bin Auf pernah bersedekah dengan jumlah
40,000 Dirham (sekitar Rp 1.4 Milyar uang sekarang), 40,000 Dinar (sekarang
senilai +/- Rp 50 Milyar uang sekarang), 200 uqiyah emas, 500 ekor kuda, dan
1,500 ekor unta.
Dia juga
menyantuni para veteran perang badar yang masih hidup waktu itu. Total dana
santunannya sebesar 400 Dinar (sekitar Rp 500 juta) per orang dengan total
sebanyak 100 orang. “Seluruh penduduk Madinah berserikat dengan Abdurrahman bin
Auf pada hartanya. Sepertiga dipinjamkannya pada mereka, sepertiga untuk
membayari hutang-hutang mereka, dan sepertiga sisanya dibagikan kepada merea.
Dari pemaparan di atas, kita dapat melihat contoh konkrit yang telah
ditunjukkan oleh sejarah tentang bagimana keimanan dan ketaqwaan seseorang
ternyata juga mampu memberikan kesuksesan kepada kita dunia dan akhirat. Ini
adalah bentuk ikhtiar dan keimanan kita bahwa kita didunia harus senantiasa
berusaha untuk mencari harta sebagai ma’isyah (pemenuhan
kebutuhan hidup) namun tidak harus sampai pada hubbun dunya (cinta
dunia). Karena harta itu adalah titipan, amanah dan ujian dari Allah untuk
mengetahui siapa diantara kita yang paling bertaqwa kepadaNya. “Inna
Akramakun ‘Indallahi Atqaakum”.
ash
Komentar
Posting Komentar